Absurdia Korporata: Disiplin Waktu, Gaji Ditunda
[Pengantar HRD Suci & Syar’i]
Selamat pagi, para pejuang lembur demi nasi,
Kami ingin mengingatkan: waktu adalah uang.
Tapi jangan harap uang tepat waktu.
Karena di sini, hanya waktu yang kami minta presisi.
Gaji? Itu urusan nanti, kalau Tuhan izinkan dan kas kantor sempat.
I. Waktu Adalah Tuhan, Gaji Adalah Mitos
Datanglah pagi-pagi, sebelum ayam sadar dia ayam.
Kami ingin kalian menjadi robot, tapi tetap manusia.
Manusia yang bisa senyum meski tagihan menjerat
dan pulsa tinggal 2 bar,
tapi absen tetap presisi.
Jangan telat, nanti potong.
Kalau gaji telat?
Biasa, sistem sedang evaluasi.
Yang penting loyalitas, bukan logistik.
II. Aturan Bukan untuk Atasan
Pukul 08:00 harus siap di meja kerja,
Meski semalam kau tidur hanya 2 jam,
karena anak demam dan listrik diputus.
Kau harus profesional.
Harus cepat balas email,
meski dompetmu hanya berisi struk.
Atasanmu masuk pukul 10:15,
lalu rapat tentang "Etos Kerja dan Disiplin Waktu."
Sambil makan donat,
dan berkata:
"Millennial memang lembek."
III. Kalendermu Penuh, Rekeningmu Kosong
Senin sampai Sabtu, kau adalah prajurit waktu.
Berderak-derak di antara deadline dan KPI.
Tiap jam rapat, tiap menit revisi,
tapi gaji?
Masih dalam tahap "koordinasi keuangan pusat."
Tiap hari reminder berbunyi:
"Jangan lupa bersyukur meski belum digaji."
IV. Kerja Remote, Tapi Hutang Tetap Nyata
Kami izinkan kerja dari rumah,
asal tetap online 24 jam.
Kalau tak balas dalam 3 menit,
kami catat: tidak punya inisiatif.
Kalau balas cepat tapi salah,
kami catat: gegabah dan tidak detail.
Intinya, kalian harus sempurna
dalam sistem yang patah.
V. Kami Butuh Orang Gila (Dengan Gaji yang Seadanya)
Lowongan kami jelas:
“Dicari orang kreatif, cepat, tahan banting, bisa multitasking,
berjiwa muda, siap lembur, tidak banyak tanya.”
Kami tidak sebut gaji,
karena kalau kalian benar-benar tertarik,
kalian tidak akan bertanya uang.
Karena passion, katanya, tak butuh makan.
VI. Surat Cinta dari Divisi Keuangan
Kepada para karyawan tercinta,
Kami mohon maaf,
gaji bulan ini kami tunda sementara.
Karena ada audit, penyesuaian kas,
dan direktur sedang umroh.
Tapi jangan khawatir,
kami tetap transfer motivasi dan doa terbaik.
Sementara kalian bisa mengajukan pinjaman online,
atau menjual organ tak terpakai.
VII. Parodi Evaluasi Tahunan
"Selamat, kamu kami nilai cukup baik tahun ini."
"Sayangnya, perusahaan sedang tidak profit,
jadi tidak ada kenaikan gaji.
Tapi... kami beri kamu sertifikat dan T-shirt company."
T-shirt-nya bertuliskan:
“Work Harder, Complain Less.”
Ukurannya XL—seperti ekspektasi, bukan realita.
VIII. Mimpi Buruh dalam PowerPoint Manajemen
Slide 1: Visi perusahaan menuju global
Slide 2: Gambar orang tersenyum di Google Images
Slide 3: Grafik naik (walau sebenarnya turun)
Slide 4: Kata-kata bijak:
"Karyawan yang baik tidak bertanya kapan digaji,
tapi kapan bisa memberi lebih."
Kami tersenyum sambil ngunyah mie instan rasa "kemiskinan rebus."
IX. Hak Cuti: Fiksi Realis
Cuti bisa diambil kapan pun,
asal tidak hari kerja.
Boleh sakit,
asal buktikan pakai surat dokter yang harus kami ACC dulu.
Libur?
Kami sebut "kerja dari suasana baru."
X. Hari Gajian: Episode Tak Pernah Tamat
Gaji turun tanggal 25,
dengan catatan: jika bulan purnama muncul di hari Selasa
dan direktur tidak sedang liburan golf.
Kalau tidak, mohon sabar, ini ujian.
Tapi PPh dipotong tetap tanggal 1.
BPJS dibayar tepat waktu.
Kalian? Tunggu ya, lagi dikoordinasikan.
XI. Kami Menyebutnya Tangguh
Kamu ngantuk? Harus semangat.
Kamu lapar? Harus bersyukur.
Kamu capek? Harus loyal.
Kamu protes?
Kami bilang: tidak punya etika kerja.
Kamu diam?
Kami bilang: tidak proaktif.
Paradoks adalah SOP kami.
Sarkasme adalah visi-misi tak tertulis.
XII. Karena Di Sini Kami Menghargai Waktu (Kalian)
Kami ingin kalian tepat waktu,
meski kami tidak tepat bayar.
Kami ingin kalian cepat balas,
meski kami lambat transfer.
Kami ingin kalian peduli perusahaan,
meski perusahaan tak peduli kalian.
Dan jika suatu hari kalian pergi,
kami sebut: tak setia, tak profesional.
Padahal kami lupa,
membayar tepat waktu juga profesionalisme.
XIII. Sumpah Satir Karyawan Modern
Aku bersumpah setia pada lembur
tanpa bayaran,
dan pada janji manis yang tak kunjung lunas.
Aku rela jadi alarm hidup perusahaan,
meski alarm rekeningku tak pernah berbunyi.
Aku percaya bahwa gaji adalah fatamorgana,
dan motivasi adalah candu kelas pekerja.
Aku berdoa setiap tanggal 25,
Tuhan hadir sebagai bendahara.
XIV. Epilog: Negara dalam Negara Kantor
Kami hidup dalam dua negara:
-
Negara Waktu – penuh kedisiplinan militer,
di mana absen adalah hukum dan keterlambatan adalah dosa. -
Negara Gaji – penuh ketidakjelasan spiritual,
di mana janji dibayar
pakai "segera" yang tak pernah tiba.
Kami warga negara dua paspor:
satu untuk kerja keras,
satu untuk menunggu upah.
XV. Catatan dari Revolusi Diam
Jika waktu adalah uang,
kenapa yang kami serahkan waktu,
tapi yang kembali hanya janji?
Jika profesionalisme dinilai dari kehadiran,
kenapa kehadiran kami tak pernah dibayar tuntas?
Dan jika perusahaan ini besar,
kenapa kami harus menyusut untuk bertahan?
Mungkin saatnya kami telat.
Bukan karena malas,
tapi karena sadar:
keadilan tak pernah tepat waktu.
"Tepat Waktu Bekerja, Tapi Gajimu Masih Dalam Doa"
(Sebuah Litani Buruh Moderen Untuk Bos Yang Suka Menghilang di Tanggal Gajian)
[Prolog dari Neraka Korporat]
Halo, para pendeta absen dan nabi-nabi KPI.
Kami ini umat yang taat—
taat datang pagi-pagi buta,
taat pulang saat anak sudah tidur,
taat lembur tanpa lampu,
taat kerja walau nasi tinggal airnya.
Tapi kalian?
Tepat waktu kirim SPG (Surat Pemberitahuan Gaji Ditunda).
Tepat waktu potong pajak dan BPJS.
Tapi gaji?
Ah, itu urusan nanti. Katanya: "Sabar adalah bagian dari profesionalisme."
I. Tuhan Kami Bernama Absensi, Nabi Kami Bernama Payroll
Kami menyembah mesin fingerprint
yang tidak tahu lapar dan utang.
Tapi gaji kami menunggu takdir,
dari langit email HRD yang jawabannya selalu:
"Masih dikaji, ditinjau, direview, dikoordinasikan."
Istilah birokrasi untuk berkata:
"Gaji kalian sedang kabur lewat celah rapat direksi."
II. Kalau Kalian Mau Kami Tepat Waktu, MENGAPA GAJI SELALU NGARET?
Kalian minta kami datang pukul 07:59,
tapi transfer gaji jam 00:00 tanggal 33.
Dan itu pun kalau planet Jupiter sejajar dengan etika direksi.
Kami dikejar target, kalian mengejar dalih.
Kami bawa pulang stres, kalian bawa alasan.
Kami dipecat kalau telat,
kalian tetap jabatan meski menunda hak.
III. Surat Terbuka Untuk Direktur yang Rajin Umroh Tapi Lalai Transfer
Pak, kami doakan perjalanan suci Bapak lancar,
meski THR kami masih dalam status "pending".
Kami tahu Bapak rajin puasa,
tapi kenapa puasa juga gaji kami?
Kami tahu Bapak suka memberi ceramah,
tentang ikhlas dan rezeki.
Tapi apakah ikhlas itu artinya kami kerja
tanpa diberi rezeki?
IV. Kantor Kami Bukan Startup, Tapi Sering Error
Kami bukan volunteer amal, Pak.
Kami bukan relawan untuk penderitaan korporat.
Kami bukan gamer yang rela grind tanpa reward.
Kami bukan tokoh anime yang hidup dari semangat.
Kami manusia, Pak—
yang bayar kontrakan pakai uang,
bukan "apresiasi dari manajemen."
V. Lembur Tanpa Lembut, Upah Tanpa Ujung
Kami kerja lebih dari jam kantor,
tapi slip gaji kami lebih pendek dari komitmen manajemen.
Kami bawa laptop pulang,
tapi tidak pernah bawa pulang cukup untuk makan enak.
Kami revisi laporan sampai mimpi Excel,
tapi tidur tetap di kasur tipis warisan kos lama.
VI. Filosofi HRD: Gaji Adalah Misteri Ilahi
Kami tanya: "Kapan gaji turun?"
HRD menjawab:
"Kita semua sedang diuji. Tetap semangat, ya!"
Kami kirim email: "Ini gaji sudah lewat tanggal."
Mereka jawab pakai quote motivasi:
"Percayalah, Tuhan tak tidur."
Tapi Tuhan juga tak pernah bilang:
“Aku akan telat transfer hak buruh.”
VII. Tagihan Tidak Tahu Apa Itu Loyalitas
Kontrakan kami tak bisa dibayar pakai niat baik manajer.
Listrik tak hidup karena kami disiplin kerja.
Anak kami tak makan karena kami rajin absen.
Tagihan datang tepat waktu—
karena mereka bukan manajemen.
VIII. Kalau Kalian Telat Gaji, Kami Telat Loyalitas
Kami siap datang telat.
Siap ngetik malas.
Siap jawab email dengan “maaf sinyal jelek.”
Karena kalau gaji saja jadi wacana,
kenapa kami harus jadi nyata?
Kalian telat bayar = kami telat semangat.
Kalian nunggak = kami juga.
IX. Jangan Suruh Kami Sabar, Kami Sudah Kebal Rasa
Kami sudah kenyang kata "nanti",
sampai kami muntah harapan.
Kami sudah terlalu sering disuruh "mengerti",
padahal yang pantas dimengerti
adalah siapa yang kerja,
bukan siapa yang duduk di ruang AC tanpa hasil.
X. Surat Resign yang Ditulis dengan Air Mata dan Nota Utang
Kalau hari ini aku pergi,
bukan karena tak setia.
Tapi karena terlalu lama menunggu janji
yang tak pernah dibayar lunas.
Bukan karena aku lemah.
Tapi karena bahkan Tuhan pun tidak suka orang menunda-nunda upah pekerja.
Jangan panggil kami pengkhianat.
Kalian yang mengkhianati kontrak.
Kalian yang membunuh etos kerja kami
dengan janji-janji bertanggal kadaluarsa.
XI. Epilog Untuk Para Bos Yang Pura-Pura Lupa
Kami tahu kalian tidak miskin.
Kami tahu kalian jalan-jalan ke luar negeri
pakai profit keringat kami.
Kami tahu kalian posting motivasi di LinkedIn,
pakai wajah senyum hasil menahan gaji buruh.
Tapi satu hari nanti,
akan tiba masa:
pegawai tak mau lagi disuruh patuh.
pegawai tak mau lagi ikut perintah.
pegawai tak takut lagi kehilangan kerja.
Karena lebih baik kehilangan pekerjaan,
daripada kehilangan harga diri.
[Penutup: Kode Etik Versi Kami]
Pasal 1: Kerja keras tidak berarti diam saat hak ditunda.
Pasal 2: Disiplin bukan hanya kewajiban buruh, tapi juga kewajiban pemberi upah.
Pasal 3: Jika gaji selalu "nanti", maka loyalitas pun kami kirim "besok".
Dan jika kami suatu hari berhenti datang...
Ingat ini:
Bukan karena kami malas,
tapi karena akhirnya kami waras.
"Kami Jam Tujuh Datang, Gaji Jam Berapa Ya?"
(Elegi Karyawan Bertulang Baja Tapi Dompet Keropos)
[1] Salam Hormat Kepada Bos Yang Selalu Sibuk Saat Ditagih Gaji
Hai, Tuan CEO,
raja di atas singgasana spreadsheet dan rapat berlapis Zoom,
kami rakyat jelata dengan jari berkapalan,
dengan janji-janji manis yang basi sebelum tanggal tua datang.
Kami tak berani lambat satu menit,
karena itu nanti dihitung setengah hari.
Tapi kalian?
Menunda dua minggu dengan alasan: "Dana belum cair dari pusat."
Lucunya, itu juga alasan bulan lalu.
Dan bulan sebelumnya.
Dan sejak kami lahir.
[2] Prosedur Telat Gaji: Ritual Sakral di Kalender Korporat
-
Tanggal 25: Kami harap.
-
Tanggal 27: Kami sabar.
-
Tanggal 30: Kami kirim WA.
-
Tanggal 1: Kalian tidak balas.
-
Tanggal 2: Kalian posting foto motivasi:
"Kerja itu ibadah, rezeki akan datang di waktu yang tepat."
(Sialnya, rezeki kami malah mampir ke rekening kalian.)
[3] Kami Disuruh Profesional, Tapi Kalian Lupa Bayar Jasa Kami
Kami sudah tak hitung jam lembur
karena kalian juga tak pernah hitung kompensasi.
Kami diam bukan karena rela—
kami diam karena takut cicilan nyalip napas.
Katanya:
"Kerja harus pakai hati."
Tapi gaji tidak pakai logika?
[4] Kantor Ini Lebih Percaya Deadline Daripada Deadline Transfer
Kami serahkan hidup pada Google Calendar,
tapi kalian menyerahkan gaji kami pada mood direktur utama.
"Kita harus agile!" kata manajer.
Agile, katanya.
Tapi bukan agile transfer—agile alasan, agile lari dari tanggung jawab.
[5] Surat Cinta Untuk HRD Yang Tak Pernah Jujur
Wahai HRD,
dewa kecil di ruang ber-AC yang selalu senyum saat sosialisasi benefit,
tapi mendadak ngilang saat ditanya kapan uang masuk rekening.
Kalian pintar bikin SOP
tapi kami tak pernah SOPan ditransfer sesuai hak.
Kalian jago bikin kata-kata manis,
tapi sayangnya:
gaji tidak bisa dibayar dengan empati.
[6] Ironi: Kami Diberi Motivasi Bukan Kompensasi
"Kita ini keluarga!" kata CEO.
Iya, keluarga besar yang suka lari dari tanggung jawab nafkah.
"Uang bukan segalanya."
Benar, Pak. Tapi sayangnya:
uang tetap yang bayar listrik, bukan kata mutiara.
Kami muak diundang seminar “growth mindset”,
sementara yang tumbuh cuma utang.
[7] Kami Tidak Butuh Pizza Jumat, Kami Butuh Gaji Hari Ini
Terima kasih atas "nasi kotak sebagai apresiasi".
Tapi bagaimana kalau sekali-sekali,
kami diberi sesuatu yang bisa dicairkan, bukan dimakan cepat?
Kalian traktir kami bakmi,
tapi tagihan rumah tetap lapar.
[8] Kalau Gaji Telat, Maka Kami Juga Akan Telat
Telat kerja? Kalian potong.
Telat gaji? Kalian potong pembicaraan.
Jadi mari adil:
Mulai besok, kami juga pakai sistem delay.
– Datang telat 2 jam: “lagi dikaji oleh saya pribadi.”
– Lembur? “Nanti, masih dikoordinasikan dengan hati nurani.”
– Tugas mendesak? “Masih dalam proses. Sabar, ya.”
[9] Jangan Kaget Kalau Kami Pura-Pura Kerja
Kalian pura-pura miskin.
Kami pura-pura rajin.
Kalian pura-pura sibuk cari investor.
Kami pura-pura ngetik sambil apply kerjaan lain.
Kalian bawa mobil dinas,
kami bawa mie instan 4 rasa yang sama.
[10] Negara Butuh Pekerja, Tapi Pekerja Butuh Kepastian
Buruh disuruh disiplin.
Tapi gaji disuruh fleksibel?
Salah satu dari kita harus waras.
Dan kami memilih: bukan lagi kami.
[11] Saatnya Kami Kasih Penilaian Untuk Kalian
💼 Kinerja Direksi: Banyak rapat, hasil nihil
📉 Efektivitas HRD: Terampil menghindar
⏰ Kepatuhan terhadap tanggal gaji: Tidak layak audit
🧾 Rencana keuangan perusahaan: Berdasarkan keajaiban
Kami akan beri kalian skor KPI:
Kok Pura-pura Iman.
[12] Penutup Dari Mereka Yang Mulai Ogah Patuh
Kalian pikir kami tak akan berani bicara?
Kalian pikir kami butuh banget kerja ini?
Kalian salah.
Kami sudah terlalu sering kerja sambil menahan lapar.
Terlalu sering senyum padahal ingin lempar meja meeting.
Dan jika kami suatu hari berhenti:
Jangan heran.
Kami tak pergi karena malas.
Kami pergi karena sadar:
harga diri kami bukan untuk ditunda.
💬 Berpikirlah Sebelum Mengetik
Komentar bukan sekadar suara—ia adalah pantulan isi kepala.
Kami menyambut diskusi tajam dan santun, bukan umpatan atau basa-basi.
Tulis komentar Anda dengan nalar, bukan hanya emosi.
📝 Komentar yang relevan akan ditampilkan.
🚫 Spam, iklan terselubung, dan komentar copy-paste akan dibuang tanpa ampun.
📣 Sukai? Bagikan!
Jika artikel ini membuat Anda berpikir ulang, tertawa getir, atau merasa terusik dengan elegan,
sebarkanlah—biarkan lebih banyak orang mencerna sesuatu yang lebih dari sekadar berita pagi.
🌐 "Karena kebenaran kadang perlu dibagikan... bahkan lewat tautan."